Pengobatan Alternatif terhadap Diabetes

BUAH PARE (MOMORDICA CHARANTIA L.)  SEBAGAI ALTERNATIF PENGOBATAN TERHADAP DIABETES PADA USIA >30 TAHUN

BITTER MELON FRUIT (MOMORDICA CHARANTIA L.) AS AN ALTERNATIVE TREATMENT FOR PATIENT WITH DIABETES AT AGE >30 YEARS

ISNAWATI
Jl. Kelapa Sawit 8 Bumi Berkat Kel. Sei Besar Banjarbaru

Abstract

Pengobatan alternatif adalah segala jenis pengobatan dengan menggunakan metode pengobatan non medis atau bisa juga diartikan sebagai jenis pengobatan yang berfungsi sebagai metode pengobatan medis.
Diabetes millitus adalah suatu jenis penyakit yang disebabkan menurunnya hormon yang diproduksi oleh kelenjar pankreas. Penurunan hormon ini mengakibatkan seluruh gula (glukosa) yang dikonsumsi tubuh tidak dapat diproduksi secara sempurna, sehingga kadar glukosa didalam tubuh akan meningkat. Gula yang meliputi polisakarida, digosakarida, disakarida dan monosakarida merupakan sumber tenaga yang menunjang keseluruhan aktivitas manusia. Seluruh gula ini akan diproses menjadi tenaga oleh hormon insulin tersebut karena penderita diabetes mellitus biasanya akan mengalami lesu, kurang tenaga, selalu merasa haus, sering buang air kecil, dan pengelihatan menjadi kabur, gejala lain akibat adanya kadar glukosa yang terlalu tinggi akan terjadi ateroma sebagai penyebab awal penyakit jantung koroner.
Kandungan buah pare yang berguna dalam penurunan gula darah adalah charantin dan polypeptide-P insulin (polipeptida yang mirip insulin) yang memiliki komponen yang menyerupai sulfonylurea (obat antidiabetes paling tua dan banyak dipakai). Manfaat charantin adalah menstimulasi sel kelenjar pankreas tubuh memproduksi insulin lebih banyak serta meningkatkan cadangan gula sedangkan polypeptide-P insulin untuk menurunkan kadar glukosa darah secara langsung. Diabetes adalah suatu penyakit dimana terjadi penurunan produksi insulin pada pankreas atau pankreas tidak sama sekali memproduksi insulin.


Keyword : Alternatif Pengobatan, Buah Pare, Diabetes Mellitus







BAB I
PENDAHULUAN

I.          PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Tanaman pare (Momordica charantia. L) merupakan tanaman setahun yang bersifat merambat lalu tanaman pare ini merambat dengan menggunakan lanjaran, rasanya pahit sehingga disukai olah masyarakat. Pare juga termasuk komoditas tanaman holtikultura yang dikelompokkan kedalam sayur-sayuran. Tanaman pare bukanlah tanaman asli Indonesia, melainkan berasal dari luar negri yang beriklim panas (tropis). Para ahli tanaman memastikan asal tanaman pare terdapat di Asia. Terutama di daerah India bagian barat, yakni Assam dan Burma. Pare memiliki nama yang beragam disetiap daerah diantaranya Prien (Gayo), Paria (Batak Toba), Foria (Nias), Peria (Melayu), Kambeh (Minangkabau), Papare (Jakarta), Paria (Sunda), Pare (Jawa Tengah), Pepareh (Madura), Paya Truwok (Sasak), Paria (Bima), Pania (Timor), Popari (Menado), Beleng gede (Gorontalo), paria (Makasar), Paria (Bugis), Papariane (Seram), Papari (Buru), Papare (Halmahera), Kepare (Ternate). Buah bulat memanjang berbentuk spul cylindris, permukaan buahnya bintil-bintil tidak beraturan dengan panjang 8-30 cm.Warna buah hijau dan jika sudah masak jika dipecah akan berwarna orange dengan 3 katup. Simplisia terdiri dari irisan melintang buah membentuk cincin atau gelang dengan tepi tidak rata dan tidak beraturan, diameter 1,5 cm sampai 5 cm, tebal 3mm sampai 5mm warna coklat kekuningan, bagian luar warnanya lebih tua dibanding bagian dalam. Pada penampang melintang tampak daging buah terdiri dari eksokarpium, mesokarpium, dan endokarpium. Pada eksokarpium terdiri dari satu lapis sel epidermis berbentuk segi empat. Pada epidermis terdapat kutikula dah rambut kelenjar terdiri dari 2 sel tangkai dan 3 sel kepala. Di bawah epidermis terdapat lapisan kolenkim terdiri dari sel berbentuk poligonal atau bundar dengan ukuran lebih besar dari sel epidermis. Bagian ini mangandung kloroplassehingga berwarna hijau. Bagian mesokarpium terdiri dari sel parenkim bentuk poligonal dan makin ke dalam ukurannya semakin besar, mengandung kristal kalsium oksalat bentuk prisma dan resin.Bagian endokarpium terdiri dari sel parenkim panjang-panjang , serabut dan berkas pembuluh. Pada bagian dalam endokarpium terdapat jaringan yang berasal dari daun buah terdiri dari sel bentuk bindar , berdinding tebal dengan ruang sel berbentuk segitiga. Tanaman pare banyak digemari masyarakat dan mempunyai nilai ekonomis yang masih rendah. Adapun kandungan gizi buah pare protein 0.90 g, lemak 0.04 g, karbohidrat 4,60 g, kalsium 32,00 mg, fosfat 32,00 mg, dan mengandung Vitamin A,B, dan C, dan bagian yang dapat dimakan 77% .Tanaman pare merupakan salah satu alternatif dalam penyembuhan diabetes mellitus, karena tanaman ini mengandung saponin, flavonoid, dan polifenol (antioxidant kuat), serta glikosida cucurbitacin, momordicin, dan charantin yang dapat menurunkan gula darah.
Diabetes millitus adalah suatu jenis penyakit yang disebabkan menurunnya hormon yang diproduksi oleh kelenjar pankreas. Penurunan hormon ini mengakibatkan seluruh gula (glukosa) yang dikonsumsi tubuh tidak dapat diproduksi secara sempurna, sehingga kadar glukosa didalam tubuh akan meningkat. Gula yang meliputi polisakarida, digosakarida, disakarida dan monosakarida merupakan sumber tenaga yang menunjang keseluruhan aktivitas manusia. Seluruh gula ini akan diproses menjadi tenaga oleh hormon insulin tersebut karena penderita diabetes mellitus biasanya akan mengalami lesu, kurang tenaga, selalu merasa haus, sering buang air kecil, dan pengelihatan menjadi kabur, gejala lain akibat adanya kadar glukosa yang terlalu tinggi akan terjadi ateroma sebagai penyebab awal penyakit jantung koroner.
Penyakit diabetes mellitus saat ini hampir merambah seluruh dunia, tidak hanya Negara-negara maju saja yang terserang dengan penyakit ini, akan tetapi negara-negara berkembang pun sekarang nampaknya sudah mulai memiliki probilitas terserang penyakit ini, menurut data organisasi kesehatan dunia (WHO), Indonesia menempati urutan keenam dunia sebagai Negara dengan jumlah penderita DM terbanyak setelah India, China, Uni Soviyet, Jepang dan Brasil. Tercatat pada tahun 1995 jumlah penderita DM di Indonesia mencapai 5 juta, Pada tahun 2000 yang lalu saja, terdapat sekitar 5,6 juta penduduk Indonesia yang mengidap diabetes. Namun, pada tahun 2006 diperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia meningkat tajam menjadi 14 juta orang, dimana baru 50 % yang sadar mengidapnya dan diantara mereka baru sekitar 30 % yang datang berobat teratur,  Sangat disayangkan bahwa banyak penderita diabetes yang tidak menyadari dirinya mengidap penyakit yang lebih sering disebut penyakit gula atau kencing manis. Hal ini mungkin disebabkan minimnya informasi di masyarakat tentang diabetes terutama gejala-gejala yang terjadi pada dirinya.
Kandungan buah pare yang berguna dalam penurunan gula darah adalah charantin dan polypeptide-P insulin (polipeptida yang mirip insulin) yang memiliki komponen yang menyerupai sulfonylurea (obat antidiabetes paling tua dan banyak dipakai). Manfaat charantin adalah menstimulasi sel kelenjar pankreas tubuh memproduksi insulin lebih banyak serta meningkatkan cadangan gula sedangkan polypeptide-P insulin untuk menurunkan kadar glukosa darah secara langsung. Diabetes adalah suatu penyakit dimana terjadi penurunan produksi insulin pada pankreas atau pankreas tidak sama sekali memproduksi insulin.
Sumber masyarakat, buah pare baik buah, daun maupun akar dapat dijadikan sebagai obat herbal. Contohnya buahnya dapat dijadikan obat herbal untuk kencing manis, sebagai memperlancar ASI (Air Susu Ibu) dan sebagai obat herbal bronkitis. Daunnya juga dapat dijadikan sebagai obat herbal batuk, sebagai obat wasir dan cacing kremi. Sedangkan akar dapat dijadikan sebagai obat herbal untuk ambeien.
Biji pare (momordica charantia L.) penurunan kadar gula terjadi kemungkinan karena biji pare (momordica charantia L.) mengandung karantin yang merupakan saponin steroid yang memiliki aktifitas mirip insulin dengan menstimulasi pengeluaran insulin di pankreas dan polypeptida-P merupakan protein yang kerjanya mirip dengan insulin yang dapat menstimulasi pengeluaran insulin serta asam oleanol dapat menurunkan kadar gula darah dengan menghambat penyerapan glukosa usus.


B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, maka dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana cara pengerjaan buah pare (momordica charantia L.) sebagai alternatif pengobatan terhadap diabetes mellitus?
2.      Bagaimana secara teoritis pengaruh buah pare terhadap penurunan kadar glukosa dalam darah?

C.     TUJUAN
Penulisan jurnal ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan pare sebagai obat alternatif yang berasal dari potensi lokal Indonesia, dalam penyembuhan penyakit diabetes mellitus.

D.    MANFAAT PENULISAN
Penulisan ini memberikan beberapa manfaat, yaitu dari segi akademis dapat memberikan informasi ilmiah pada masyarakat tentang manfaat pare sebagai obat alternatif yang berasal dari potensi lokal Indonesia, dalam penyembuan penyakit diabetes mellitus. Dari segi aspek ekonomi pemanfaatan pare sebagai obat alternatif penyembuhan penyakit diabetes mellitus dapat menghemat biaya dan lebih praktis.
































BAB II
ISI


Diabetes mellitus sering disebut juga the great imitator, karena penyakit ini dapat menyerang semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan biasanya akan mengalami lesu, kurang tenaga, selalu merasa haus, sering buang air kecil, dan pengelihatan menjadi kabur. Penggunaan flora atau tumbuhan yang potensial untuk terapi pada diabetes ini nampaknya dapat menjadi altrenatif yang cukup efektif dan terjangkau oleh para penderita diabetes mellitus. Di Indonesia cukup banyak tumbuhan yang berpotensi untuk dijadikan makanan yang dapat membantu dalam mengatasai penyakit diabetes mellitus ini terutama tanaman pare (Utami, Prapti. 2003).
Tanaman pare (Momordica charantia L.) berasal dari kawasan Asia Tropis. Tanaman satu ini terkenal karena buahnya yang pahit. Justru dibalik rasa pahitnya itulah pare bermanfaat bagi kesehatan. Kandungan gizi pada pare cukup baik. Pare mengandung protein, karbohidrat, dan sedikit lemakmineral  pare kaya akan kalsium, zat besi dan fosfor. Vitamin yang menonjol terdapat di dalamnya adalah vitamin A dan vitamin C (Anoymous. 2007).
Khasiat buah pare (Momordica charantia L.) sebagai obat di Cina sudah dicatat Li sejak tahun 1578. Awalnya sebagai tonikum, obat cacing, obat batuk, antimalaria, seriawan, penyembuh luka, dan penambah nafsu makan. Ratusan riset di banyak negara yang berkembang kemudian menyingkap buah pahit ini berefek menurunkan kadar gula darah (hypopglycemic effect) (Anoymous. 2007).
Penyebab diabetes mellitus adalah kurangnya produksi dan ketersediaan insulin dalam tubuh atau terjadi gangguan fungsi insulin, yang sebenarnya jumlahnya cukup. Kekurangan insulin disebabkan terjadinya kerusakan sebagian kecil atau sebagian besar sel-sel beta pulau langerhans dalam kelenjar pankreas yang berfungsi menghasilkan insulin. Insulin merupakan suatu polipeptida  (protein). Dalam keadaan normal, jika kadar glukosa darah naik, kelenjar pankreas akan mengeluarkan insulin dan masuk ke dalam aliran darah. Oleh darah insulin disalurkan ke reseptor yaitu hati sebesar 50%, ginjal sekitar 10 – 20 %, serta sel darah, otot, dan jaringan lemak sekitar 30 – 40 % (Rizky D, 2013)
Selama belum ada insulin, gula dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel – sel jaringan tubuh lainnya seperti otot dan jaringan lemak. Dapat dikatakan bahwa insulin merupakan kunci yang membuka pintu sel jaringan, memasukkan gula ke dalam sel, dan menutup kembali. Di dalam sel, gula dibakar menjadi energi yang berguna untuk beraktivitas. Riset serupa di Jerman, Inggris, India, Jepang, Thailand, dan Malaysia mempertegas zat berkhasiat pare sebagai antidiabetes. Buah pare yang belum masak mengandung saponin, flavonoid, dan polifenol (antioxidant kuat), serta glikosida cucurbitacin, momordicin, dan charantin (Totok B, 2011).
Efek pare dalam menurunkan gula darah pada hewan percobaan bekerja dengan mencegah usus menyerap gula yang dimakan. Selain itu diduga pare memiliki komponen yang menyerupai sulfonylurea (obat antidiabetes paling tua dan banyak dipakai). Obat jenis ini menstimulasi sel beta kelenjar pancreas tubuh memproduksi insulin lebih banyak, selain meningkatkan deposit cadangan gula glycogen di hati. Efek pare dalam menurunkan gula darah pada kelinci diperkirakan juga serupa dengan mekanisme insulin. Dari begitu banyak riset pare sebagai penurun gula darah, ada benang merah bahwa dalam menurunkan gula darah, pare memiliki lebih dari satu mekanisme. Lebih dari itu, penelitian pare di Jerman berhasil menemukan dosis efektif penurun gula darah pare pada kelinci sehat sebesar 0,5 gram/ kg berat badan, dan 1-1,5 gram/kg berat badan untuk kelinci yang sengaja dibikin kencing manis. (Anonimous. 2007).

Tabel 1. Kandungan gizi tiap 100 gram daun dan buah pare
Zat Gizi
Buah Pare
Daun Pare
Air
91,2 gram
80 gram
Kalori
29 gram
44 gram
Protein
1,1 gram
5,6 gram
Lemak
1,1 gram
0,4 gram
Karbohidrat
0,5 gram
12 gram
Kalsium
45 mg
264 mg
Zat besi
1,4 mg
5 gram
Fosfor
64 mg
666 mg
Vitamin A
18 SI
5,1 mg
Vitamin B
0,08 mg
0,05 mg
Vitamin C
52 mg
170 mg
Folasin
-
88 mg

Berdasarkan gejala klinis atau medis, diabetes mellitus (DM) dapat dibagi menjadi sebagai berikut :
–          DM tipe 1 atau DMTI (Diabetes Mellitus Tergantung Insulin)
Sebagian besar sel beta pulau langerhans yang memproduksi insulin dalam pankreas mengalami kerusakan. Akibatnya, kadar insulin menjadi kurang atau tidak ada.
–          DM tipe 2 atau DMTTI
Disebabkan kekurangan nutrisi atau gizi pada diabetisi
–          Diabetes Mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom tertentu
Termasuk ke dalam kelompok ini adalah penyakit pankreas, penyakit hormonal, keadaan yang disebabkan oleh obat atau zat kimia, gangguan reseptor insulin, dan sindrom genetik tertentu atau gejala-gejala penyakit keturunan seperti diabetes mellitus (Utami, Prapti. 2003).
Beberapa parameter yang dapat digunakan untuk mendiagnosis diabetes mellitus sebagai berikut :
1.  Seseorang dikatakan menderita diabetes mellitus jika kadar glukosa darah ketika puasa lebih dari 126 mg/dl atau 2 jam setelah minum larutan glukosa 75 gram menunjukkan kadar glukosa darah lebih dari 200 mg/dl.
2.  Seseorang dikatakan terganggu toleransi glukosanya jika kadar glukosa darah ketika puasa 110 – 125 mg/dl atau 2 jam setelah minum larutan glukosa 75 gram menunjukkan kadar glukosa darah 140 – 199 mg/dl.
3.  Seseorang dikatakan normal atau tidak menderita diabetes mellitus jika    kadar glukosa darah ketika puasa kurang dari 110 mg/dl, kadar glukosa darah 1 setelah minum larutan glukosa 75 gram menunjukkan kadar glukosa darah kurang dari 180 mg/dl, kadar glukosa darah 2 jam setelahnya kurang dari 140 mg/dl. (Utami, Prapti. 2003)
Kandungan gizi pada pare cukup baik. Pare mengandung protein, karbohidrat, dan sedikit lemak. Mineralnya tak kalah banyak. Pare kaya akan kalsium, zat besi dan fosfor. Vitamin yang menonjol terdapat di dalamnya adalah vitamin A dan vitamin C. Dari penelitian yang dilakukan di Jepang tahun 2003 juga diketahui bahwa biji pare merupakan anti oksidan yang cukup kuat untuk melawan radikal bebas di dalam tubuh yang memicu pembentukan sel kanker, mempercepat penuaan, penyumbatan arteri, stroke, dan diabetes mellitus. Buah pare mengandung karatin, hydroxytryptamine, vitamin A, B, dan C. Sementara itu bijinya mengandung momordisin. Hampir semua bagian tanaman ini, baik biji, bunga, daun, maupun akar, berkhasiat untuk obat. Namun, buah pare paling sering digunakan untuk bahan ramuan obat terutama diabetes mellitus. Efek farmakologis dari tanaman ini rasanya pahit dan sifatnya dingin, pare berkhasiat sebagai antiradang, menurunkan kadar glukosa darah, untuk mengobati batuk, radang tenggorok, radang mata  merah, rematik dan sariawan disentri.. Cara pemanfaatan pare untuk mengatasi Diabetes Mellitus, yaitu dengan cara  Ambil 2 buah pare, cuci dan lumatkan lalu tambahkan setengah gelas air bersih. Aduk dan peras. Minum sehari sebanyak 1 ramuan. Diulang selama 2 minggu. Untuk penggunaan biji pare, yaitu dengan cara sediakan 200 gram biji pare,  kemudian biji pare disangrai sampai kering dan ditumbuk halus. Setelah dingin disimpan dalam toples. Cara pemakaiannya seduh 10 gram bubuk biji pare dengan air matang untuk diminum 3 kali sehari. (Anonimous. 2007)
Diabetes Mellitus merupakan gangguan terhadap metabolisme karbohidrat yang disebabkan oleh terganggunya mekanisme normal dari insulin, baik secara relatif maupun absolut yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemia dan glukosuria. Pengobatan utama dari diabetes mellitus adalah dengan diet, olah raga dan pengobatan. Obat-obat yang digunakan terutama adalah obat antidiabetik oral (golongan sulfonilurea dan biguanide) dan insulin. Sementara itu pare (Momordica charantia L.) merupakan salah satu tanaman yang telah banyak digunakan untuk mengobati diabetes mellitus. Banyak penelitian yang membuktikan bahwa buah pare mempunyai kahasit menurunkan kadar glukosa darah (Rahmawaty S, 2009)
Kandungan lain sudah senyawa polipeptida yang mirip insulin disebut polipeptida, khasiatnya menurunkan kadar glukosa darah secara langsung, lain itu terdapat pula senyawa alkoloid yang memiliki peranan serupa, selain itu penyakit gula , darah,pare pun  secara invitrot menghambat virus hiv dan tumor, penemuan lain buah pare batang berkhasiat untuk melawan kanker. Buah pare merupakan tanaman, tumbuh merambat buahnya berbintil – bintil dalam beberapa lajur, ad bentuk yang tidak berbintil – bintil bentuk nya pan jang disebut  pare ulo (pare ular ) buah pare biasanya disebut dengan sayur , walau terasa pahit banyak masyarakat percaya tanaman buah pare berhasiat dan ternyata betul merupakan obat herbal untuk diabetes (Rahmawaty S, 2009).
Jika terjadi gangguan pada penyakit diabetes, karena jumlahnya tidak mencukupi ,kadar glikosa cenderung naik, zat karatin pada pare berhasiat hipoglesemik (menurunkan kadar gula darah) ia terdiri atas senyawa sepsin stroid yang khasiatnya  lebih kuat dari pada tobutamida, zat ini mentimulasi sel – sel b sehingga meningkatkan produksi hormon insulin, peningkatan sel-sel b kelenjer pankreas memperkuat hipogusemik buah pare (Maria ,2011).
Cara penggunaannya buah pare untuk atasi diabetes secara alami dan herbal yaitu                                                                         
ü  200 gr buah pare dicuci bersih lalu diblender. Tambahkan air minum secukupnya. Peras dengan spotong kain sampai terkumpul seperempat glas. Hangatkan perasan dengan api kecil selama 15 – 30 menit. Setelah dingin ,minum , lakukan setiap hari.
ü  200 gr buah pare dicuci lalu di iris – iris tipis. Rebus dengn 3 gelas air bersih sampai tersisa 1 gelas setelah dingin disaring. Minum, lakukan setiap hari (Maria S, 2011).
Diabetes merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya, yang berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan organ tubuh terutama pada mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. Terdapat beberapa tipe diabetes yang diketahui dan umumnya disebabkan oleh suatu interaksi yang kompleks antara faktor genetik, lingkungan dan gaya hidup. Pada umumnya dikenal 2 tipe diabetes, yaitu diabetes tipe 1 (tergantung insulin), dan diabetes tipe 2 (tidak tergantung insulin). Diabetes tipe 1 biasanya dimulai pada usia anak-anak sedangkan diabetes tipe 2 dimulai pada usia dewasa. Bila hal ini dibiarkan tidak terkendali dapat terjadi komplikasi metabolik akut maupun komplikasi vaskuler jangka panjang, baik mikroangiopati maupun makroangiopati. Jumlah penderita diabetes di Indonesia setiap tahun meningkat. Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe 2 di berbagai penjuru dunia.. World Health Organization (WHO) memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup besar pada tahun-tahun mendatang. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Senada dengan WHO, International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM dari 7 juta pada tahun 2009 menjadi 12 juta pada tahun 2030. Meskipun terdapat perbedaan angka prevalensi, laporan keduanya menunjukkan adanya jumlah peningkatan penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030 (Wicaksono, 2013).
Diabetes mellitus (DM) tipe 1 adalah kelainan metabolik yang disebabkan oleh reaksi autoimun, menyebabkan kerusakan pada sel β pankreas yang ditandai dengan hiperglikemi kronik akibat kekurangan insulin berat. Dalam perjalanan penyakit DM dapat menimbulkan bermacam-macam komplikasi yaitu komplikasi jangka pendek dan jangka panjang. Komplikasi jangka pendek antara lain hipoglikemi dan ketoasidosis. Ketoasidosis diabetik (KAD) dapat dijumpai pada saat diagnosis pertama DM tipe 1 atau pasien lama akibat pemakaian insulin yang salah. Risiko terjadinya KAD meningkat antara lain pada anak dengan kontrol metabolik yang jelek, riwayat KAD sebelumnya, masa remaja, pada anak dengan gangguan makan, keadaan sosio-ekonomi kurang, dan tidak adanya asuransi kesehatan. Komplikasi jangka panjang terjadi akibat perubahan mikrovaskular berupa retinopati, nefropati, dan neuropati. Retinopati merupakan komplikasi yang sering didapatkan, lebih sering dijumpai pada pasien DM tipe 1 yang telah menderita lebih dari 8 tahun. Faktor risiko timbulnya retinopati antara lain kadar gula yang tidak terkontrol dan lamanya menderita diabetes. Nefropati diperkirakan dapat terjadi pada 25%-45% pasien DM tipe 1 dan sekitar 20%-30 akan mengalami mikroalbuminuria subklinis. Mikroalbuminuria merupakan manifestasi paling awal timbulnya nefropati diabetik. Neuropati merupakan komplikasi yang jarang didapatkan pada anak dan remaja, tetapi dapat ditemukan kelainan subklinis dengan melakukan evaluasi klinis dan pemeriksaan saraf perifer. Komplikasi makrovaskular lebih jarang didapatkan pada anak dan remaja. Komplikasi tersebut dapat terjadi akibat kontrol metabolik yang tidak baik (Indra W H, 2009).
DM tipe 2 adalah jenis yang paling banyak ditemukan (lebih dari 90%). Kekerapan DM tipe 2 di Indonesia berkisar antara 1,5-2,3% kurang lebih 15 tahun yang lalu, tetapi pada tahun 2001 survei terakhir di Jakarta (Depok) menunjukkan kenaikan yang sangat nyata yaitu menjadi 12,8%. Sekitar 2,5 juta jiwa atau 1,3% dari penduduk Indonesia setiap tahun meninggal dunia karena komplikasi DM. WHO memastikan peningkatan penderita DM tipe 2 paling banyak akan terjadi di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Sebagian peningkatan jumlah penderita DM tipe 2 karena kurangnya pengetahuan tentang pengelolaan DM. Pengetahuan pasien tentang pengelolaan DM sangat penting untuk mengontrol kadar glukosa darah. Penderita DM yang mempunyai pengetahuan yang cukup tentang diabetes, kemudian selanjutnya mengubah perilakunya, akan dapat mengendalikan kondisi penyakitnya sehingga dapat hidup lebih lama (Witasari U, 2009).
Banyak orang awalnya tidak tahu bahwa mereka menderita diabetes mellitus, di negara-negara Asia lebih dari 50 persen (bahkan ada yang mencapai 85 persen) penderita diabetes baru mengetahui diri mereka mengidap diabetes setelah mengalami komplikasi di berbagai organ tubuh. Seiring dengan perkembangan teknologi dan jaman, teknik identifikasi secara konvensional dinilai sudah tidak praktis dan memiliki berbagai kelemahan. Dalamsuatu penelitian, teknik klasifikasi penyakit diabetes mellitus dapat menggunakan pengekstrasi ciri PCA berdasar ciri alami manusia. Salah satunya adalah dengan menggunakan retina mata manusia sebagai objeknya. Dalam penelitian tersebut digunakan metode ekstrasi ciri secara statistik yang secara luas telah lama digunakan yaitu PCA (Principal Components Analysis). PCA atau Principal component analysis sebagai salah satu metode untuk pengolahan citra masih relatif jarang digunakan sebagai pengekstraksi ciri pola retina mata. Pemilihan metode ekstraksi ciri yang tepat dan efisien sangat menentukan keberhasilan dari sistem klasifikasi secara keseluruhan. Pengujian bertujuan untuk mengklasifikasikan beberapa citra dari basis data Messidor. Citra masukkan berformat TIFF dengan ukuran 680x452. Hasil analisis kemudian diolah dengan 5 variasi komponen utama dan 5 variasi jumlah neuron tersembunyi untuk dikombinasikan yang bertujuan untuk menghasilkan tingkat keberhasilan yang akurat. Dari hasil pengujian kombinasi variasi komponen utama dan jumlah neuron tersembunyi dengan 15 data latih dan 15 data uji memiliki tingkat keberhasilan terbaik yaitu 78,334%. Kombinasi metode PCA dan jaringan saraf tiruan perambatan balik ini teruji cocok untuk mengklasifikasikan penyakit diabetes mellitus (Budi C, 2013).
Komplikasi yang dialami penderita DM bervariasi diantaranya komplikasi fisik, psikologis, sosial dan ekonomi. Komplikasi fisik yang timbul berupa kerusakan mata, kerusakan ginjal, penyakit jantung, tekanan darah tinggi, stroke bahkan sampai menyebabkan gangrene. Komplikasi psikologis yang muncul diantaranya dapat berupa kecemasan. Gangguan kecemasan yang muncul bisa disebabkan oleh long life diseases ataupun karena komplikasi yang ditimbulkannya. Kecemasan ini jika tidak diatasi akan semakin menyulitkan dalam pengelolaan DM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara tingkat kecemasan terhadap kadar glukosa darah penderita DM yang akan berpengaruh terhadap kualitas hidupnya. Secara sosial penderita DM akan mengalami hambatan umumnya berkaitan dengan pembatasan diet yang ketat dan keterbatasan aktivitas karena komplikasi yang muncul. Pada bidang ekonomi biaya untuk perawatan penyakit dalam jangka waktu panjang dan rutin merupakan masalah yang menjadi beban tersendiri bagi pasien. Beban tersebut ditambah dengan adanya penurunan produktifitas kerja yang berkaitan dengan perawatan ataupun akibat penyakitnya. Kondisi tersebut berlangsung kronis dan bahkan sepanjang hidup pasien DM dan hal ini akan menurunkan kualitas hidup pasien DM. Oleh karena itu, penanganan penyakit ini memerlukan pendekatan yang komprehensif. Penanganan pasien harus memperhatikan keseimbangan dan keutuhan aspek fisik, psikologis, sosial dan ekonomi. Saat ini penanganan penyakit ini menunjukkan kecenderungan lebih berfokus pada pengaturan pola diet, pengaturan aktivitas fisik, perubahan perilaku, pengobatan yang dilakukan dengan obat – obatan, dan kontrol gula darah, sedangkan penanganan masalah psikologis belum banyak ditangani (Wicaksono, 2013).
Dari penelitian yang lain, diketahui bahwa diabetes melitus sebagian besar disebabkan oleh faktor genetik dan perilaku atau gaya hidup seseorang. Selain itu, faktor lingkungan sosial dan pemanfaatan pelayanan kesehatan juga berkontribusi terhadap kesakitan diabetes melitus dan komplikasinya. Diabetes dapat memengaruhi berbagai organ sistem dalam tubuh dalam jangka waktu tertentu yang disebut komplikasi. Komplikasi dari diabetes dapat diklasifikasikan sebagai mikrovaskuler dan makrovaskuler. Komplikasi mikrovaskuler termasuk kerusakan sistem saraf (neuropati), kerusakan sistem ginjal (nefropati) dan kerusakan mata (retinopati). Sedangkan, komplikasi makrovaskular termasuk penyakit jantung, stroke, dan penyakit pembuluh darah perifer. Penyakit pembuluh darah perifer dapat menyebabkan cedera yang sulit tidak sembuh, gangren, bahkan amputasi. Komplikasi yang lain termasuk kerusakan gigi, penurunan resistensi infeksi seperti influenza dan pneumonia, makrosomia dan komplikasi saat melahirkan. Komplikasi penyakit ini dikategorikan serius sehubungan dengan kemunculan penyakit kronis lain yang berbahaya seperti penyakit jantung, hipertensi, stroke, kebutaan akibat retinopati, glaukoma, katarak, gagal ginjal, impotensi pada pria serta kecacatan akibat luka yang sulit disembuhkan. Sekitar 83,3% penyandang diabetes melitus tipe dua yang dirawat di unit rawat inap RSUD Pasar Rebo mengalami komplikasi, dan pada lansia (> 60 tahun) komplikasi tersebut sekitar 94,6%. Pada usia lanjut, risiko diabetes melitus akan meningkat sehingga termasuk kelompok yang rentan terhadap kondisi ini (Rizky D, 2013).
Pengobatan DM pada prinsipnya adalah menjaga agar kadar glukosa darah dapat dipertahankan pada kondisi normal (80-120 mg/dl). Berbagai pilihan obat antidiabetes baik modern maupun tradisional telah dikenal di masyarakat. Di Indonesia, pengobatan DM secara tradisional adalah dengan memanfaatkan berbagai jenis tanaman obat yang memiliki kandungan bahan aktif yang dapat menurunkan kadar gula darah. Berbagai tanaman obat tersebut misalnya: Brotowali , Sambiloto, Mengkudu, Delima, Mahkota Dewa, dan Pare. Tanaman obat diabetes merupakan sumber mikroba potensial penghasil inhibitor alpha glukosidase. Dengan memperoleh isolat potensial dari tanaman obat tersebut, akan dapat memproduksi senyawa inhibitor alpha glukosidase untuk obat diabetes secara mikrobiologis, dengan jumlah yang lebih banyak, dan kualitas yang lebih baik. Salah satu cara kerja obat antidiabetes adalah menghambat pencernaan karbohidrat komplek (amilum) menjadi glukosa. sehingga asupan glukosa dari usus ke dalam darah dapat dikurangi. Senyawa aktif yang memiliki aktivitas seperti ini misalnya inhibitor alpha glukosidase. Senyawa inhibitor alpha glukosidase dapat dihasilkan oleh mikroba. Sebagai contoh adalah acarbose, suatu inhibitor alpha glukosidase yang dihasilkan oleh Actinoplanes sp., suatu mikroba yang diisolasi dari daerah di Kenya (Pujiyanto S, 2010)
Diabetes Melitus (DM) merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapatkan penanganan yang seksama. Prevalensi DM semakin tahun semakin meningkat, terutama pada kelompok yang berisiko tinggi untuk mengalami penyakit DM, diantaranya yaitu kelompok usia dewasa tua (>40 tahun), kegemukan, tekanan darah tinggi, riwayat keluarga DM, dan dislipidemia. DM adalah penyakit menahun yang akan diderita seumur hidup, sehingga yang berperan dalam pengelolaannya tidak hanya dokter, perawat, dan ahli gizi, akan tetapi lebih penting lagi keikutsertaan pasien sendiri dan keluarganya. Penyuluhan kepada pasien dan keluarganya akan sangat membantu meningkatkan keikutsertaan mereka dalam usaha memperbaiki hasil pengelolaan DM. Tujuan penulisan ini untuk mengetahui penatalaksanaan pasien DM Tipe II dengan pendekatan keluarga (Wicaksono, 2013).
Selain konsumsi obat, perawatan utama penyakit ini adalah diet sehat dengan komposisi makanan yang seimbang. Namun, penyusunan diet bagi penderita Diabetes Mellitus sulit dilakukan karena memerlukan pengetahuan pakar, sedangkan jumlah pakar yang terbatas, sehingga diperlukan program bantu untuk mempermudah dan memberikan solusi alternatif bagi penderita untuk memperoleh diet yang sehat dan seimbang. Sistem untuk konsultasi menu diet bagi penderita Diabetes Mellitus berbasis aturan adalah salah satu alternatif dari berbagai macam sistem yang sudah pernah dipakai untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi. Tujuan rancang bangun sistem berbasis aturan ini adalah agar pemakai dapat melakukan konsultasi terhadap komposisi makanan dan diet seimbang untuk membantu proses penyembuhan yang diderita pasien. Perancangan sistem ini menggunakan rule based reasoning yang disimpan dalam basis data menggunakan mesin inferensi kedepan (forward chaining) dan aturan RSCM. Basis pengetahuan ini dihasilkan melalui wawancara dan studi pustaka kepada pakar atau ahli gizi yang telah berpengalaman di bidangnya. Hasil dari penelitian ini dapat mengetahui komposisi menu diet yang sesuai dengan jumlah kebutuhan kalori yang dibutuhkan pasien dengan tingkat akurasi 100% (Indra Perwira R, 2012).
Menurut hasil survey World Health Organization (WHO), jumlah penderita diabetes mellitus (DM) di Indonesia menduduki ranking ke 4 terbesar di dunia. DM menyebabkan 5% kematian di dunia setiap tahunnya. Diperkirakan kematian karena DM akan meningkat sebanyak 50% sepuluh tahun yang akan datang. DM terbagi atas DM tipe I atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) jika pankreas hanya menghasilkan sedikit atau sama sekali tidak menghasilkan insulin sehingga penderita selamanya tergantung inslin dari luar, biasanya terjadi pada usia kurang dari 30 tahun. DM tipe II atau Non-Insulin Dependent Diabetes (NIDDM) adalah keadaan pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang lebih tinggi dari normal tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya. Biasanya terjadi pada usia di atas 30 tahun karena kadar gula darah cenderung meningkat secara ringan tapi progresif setelah usia 50 tahun terutama pada orang yang tidak aktif dan mengalami obesitas. Penyebab diabetes lainnya adalah kadar kortikosteroid yang tinggi, kehamilan (diabetes gestasional), dan obat-obatan. Sebanyak 80% responden DM menderita DM tipe 2 dan mereka membutuhkan pengobatan secara terus menerus sepanjang hidupnya (Yunita N, 2012)
Berikut merupakan beberapa contoh dari obat antidiabetes antara lain sebagai berikut (Yunita N, 2012) :
1)      Insulin
Insulin biasanya diberikan subkutan , baik dengan cara penyuntikan atau oleh pompa insulin. Penelitian sedang berlangsung rute lainnya administrasi Dalam pengaturan perawatan akut, insulin juga dapat diberikan secara intravena Ada beberapa jenis insulin, ditandai dengan tingkat yang mereka dimetabolisme oleh tubuh.
2)      Sulfonylureas
Sulfonylureas adalah yang pertama banyak digunakan obat hipoglikemik oral. memicu pelepasan insulin oleh tindakan langsung pada saluran ATP K dari pankreas , " sel beta. Obat ini telah digunakan dalam menangani hipoglikemia pada penyandang diabetes mellitus tipe 2 selama lebih dari 40 tahun. Mekanisme kerja obat ini cukup rumit. Ia bekerja terutama pada sel beta pankreas untuk meningkatkan produksi insulin sebelum maupun setelah makan. Sel beta pankreas merupakan sel yang memproduksi insulin dalam tubuh. Sulfonilurea sering digunakan pada penyandang diabetes yang tidak gemuk di mana kerusakan utama diduga adalah terganggunya produksi insulin. Penyandang yang tepat untuk diberikan obat ini adalah penyandang diabetes mellitus tipe 2 yang mengalami kekurangan insulin tapi masih memiliki sel beta yang dapat berfungsi dengan baik. Penyandang yang biasanya menunjukkan respon yang baik dengan obat golongan sulfoniurea adalah usia saat diketahui menyandang diabetes mellitus lebih dari 30 tahun,  menyandang diabetes diabetes mellitus lebih dari 5 tahun, berat badan normal atau gemuk, gagal dengan pengobatan melalui pengaturan gaya hidup, perubahan pengobatan dengan insulin dengan dosis yang relatif kecil.Sulfonylureas terikat kuat dengan protein plasma. Efek samping utama adalah hipoglikemia . pengurangan Khas di A1C nilai untuk sulfonylureas generasi kedua adalah 1,0-2,0%. Generasi pertama agen : tolbutamide , acetohexami , detolazamide , glimepiride . Sedangkan untuk generasi kedua agen : glipizide , glyburide ,chlorpropamide  , gliclazide
3)      Meglitinides
Meglitinides membantu pankreas memproduksi insulin dan sering disebut "-bertindak secretagogues singkat." Mereka bekerja pada saluran kalium sama dengan sulfonylureas, tetapi pada situs mengikat yang berbeda. Dengan menutup saluran kalium sel beta pankreas, mereka membuka saluran-saluran kalsium, sehingga meningkatkan sekresi insulin. Mereka diambil dengan atau segera sebelum makan untuk meningkatkan respon insulin untuk makan masing-masing.. Jika makan dilewati, obat juga dilewati. pengurangan Khas di A1C nilai 0,5-1,0%.
4)      Metformin
Metformin biasanya merupakan obat line pertama yang digunakan untuk pengobatan diabetes tipe-2. Hal ini umumnya ditetapkan pada awal diagnosis dalam hubungannya dengan olah raga dan penurunan berat badan dibandingkan dengan di masa lalu, di mana metformin yang ditentukan setelah diet dan olahraga telah gagal dosis awal adalah 500 mg sekali sehari, maka jika perlu lebih ditingkatkan sampai 500 mg dua kali sehari sampai 1000 mg dua kali sehari Hal ini juga tersedia dalam kombinasi dengan obat diabetes oral lainnya. Metformin berguna untuk penyandang diabetes gemuk yang mengalami penurunan kerja insulin. Alasan penggunaan metformin pada penyandang diabetes gemuk adalah karena obat ini menurunkan nafsu makan dan menyebabkan penurunan berat badan. Sebanyak 25% dari penyandang diabetes yang diberikan metformin dapt mengalami efek samping pada saluran pencernaan, yaitu rasa tak nyaman di perut, diare dan rasa seperti logam di lidah. Pemberian obat ini bersama makanan dan dimulai dengan dosis terkecil dan meningkatkannya secar perlahan dapat meminimalkan kemungkinan timbulnya efek samping. Obat ini tidak seharusnya diberikan pada penyandang dengan gagal ginjal, hati, jantung dan pernafasan.Metformin dapat digunakan sebagai obat tunggal atau dalam kombinasi. Obat-obatan oral mungkin gagal untuk mengontrol gula darah setelah beberapa saat sebelumnya berhasil (kegagagalan sekunder)  akibat kurangnya kepatuhan penyandang atau fungsi sel beta yang memburuk dan / atau terjadinya gangguan kerja insulin (resistansi insulin). Pada kasus-kasus ini, terapi kombinasi metformin dengan sulfonilurea atau penambahan penghamba-glucosidase biasanya dapat dicoba. Kebanyakan penyandang pada akhirnya membutuhkan insulin.
5)      Tiazolidinedion
Saat ini terdapat 2 tiazolinedion di Indonesia yaiturosiglitazon dan pioglitazon. Obat golongan ini memperbaiki kadar glukosa darah dan menurunkan hiperinsulinaemia (tingginya kadar insulin)  dengan meningkatkan kerja insulin (menurunkan resistensi insulin) pada  penyandang diabetes mellitus tipe 2. Obat golongan ini juga menurunkan  kadar trigliserida da asam lemak bebas.Rosiglitazone (Avandia) dapat digunakan kombinasi dengan metformin pada penyandang yang gagal mencapai target kontrol glukosa darah dengan pengaturan makan dan olahraga. Pioglitazone (Actos), juga diberikan untuk meningkatkan kerja (sensitivitas) insulin.Efek samping dari obat golongan ini dapt berupa bengkak di daerah perifer (misalnya kaki), yang disebabkan oleh peningkatkan volume cairan dalam tubuh. Oleh karena itu maka obat goolongan ini tidak boleh diberikan pada penyandang dengan gagal jantung berat. Selain itu, pada penggunaan obat in ipemeriksaan fungsi hati secara berkala harus dilakukan.
6)      Penghambat enzim alfa glukosidase
Penghambat kerja enzim alfa-glukosidase seperti akarbose, menghambat penyerepan karbohidrat dengan menghambat enzim disakarida di usus (enzim ini bertanggung jawab dalam pencernaan karbohidrat). Obat ini terutama menurunkan kadar glukosa darah setelah makan. Efek sampingnya yaitu kembung, buang angin dan diare. Supaya lebih efektif obat ini harus dikonsumsi bersama dengan makanan. Obat ini sangat efektif sebagai obat tunggal pada penyandang diabetes mellitus tipe 2 dengan kadar glukosa darah puasanya kurang dari 200 mg/dL (11.1 mmol/l) dan kadar glukosa darah setelah makin tinggi. Obat ini tidak mengakibatkan hipoglikemia dan boleh diberikan baik pada penyandang diabetes gemuk maupun tidak, serta dapat diberikan bersama dengan sulfonilurea, metformin atau insulin (Andriani, 2013).







































BAB III
PENUTUP


A.  KESIMPULAN
Diabetes merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya, yang berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan organ tubuh terutama pada mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. Terdapat beberapa tipe diabetes yang diketahui dan umumnya disebabkan oleh suatu interaksi yang kompleks antara faktor genetik, lingkungan dan gaya hidup. Pada umumnya dikenal 2 tipe diabetes, yaitu diabetes tipe 1 (tergantung insulin), dan diabetes tipe 2 (tidak tergantung insulin). Diabetes tipe 1 biasanya dimulai pada usia anak-anak sedangkan diabetes tipe 2 dimulai pada usia dewasa.
Bila hal ini dibiarkan tidak terkendali dapat terjadi komplikasi metabolik akut maupun komplikasi vaskuler jangka panjang, baik mikroangiopati maupun makroangiopati. Jumlah penderita diabetes di Indonesia setiap tahun meningkat. Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe 2 di berbagai penjuru dunia.
Kandungan buah pare yang berguna dalam penurunan gula darah adalah charantin dan polypeptide-P insulin (polipeptida yang mirip insulin) yang memiliki komponen yang menyerupai sulfonylurea (obat antidiabetes paling tua dan banyak dipakai). Manfaat charantin adalah menstimulasi sel kelenjar pankreas tubuh memproduksi insulin lebih banyak serta meningkatkan cadangan gula sedangkan polypeptide-P insulin untuk menurunkan kadar glukosa darah secara langsung. Diabetes adalah suatu penyakit dimana terjadi penurunan produksi insulin pada pankreas atau pankreas tidak sama sekali memproduksi insulin.
Biji pare (momordica charantia L.) penurunan kadar gula terjadi kemungkinan karena biji pare (momordica charantia L.) mengandung karantin yang merupakan saponin steroid yang memiliki aktifitas mirip insulin dengan menstimulasi pengeluaran insulin di pankreas dan polypeptida-P merupakan protein yang kerjanya mirip dengan insulin yang dapat menstimulasi pengeluaran insulin serta asam oleanol dapat menurunkan kadar gula darah dengan menghambat penyerapan glukosa usus.


B.     SARAN
Setelah mengetahui apa itu DM (Diabetes Mellitus), maka tentulah kitabisa lebih menjaga pola kesehatan dengan makan-makanan yang sehat dan berolah raga teratur serta mengkonsumsi sayur-sayuran atau buah-buahan yang dapat secara alami menjaga tubuh kita dari segala penyakit.






DAFTAR PUSTAKA


Andriani, A. 2013. SISTEM PREDIKSI PENYAKIT DIABETES BERBASIS DECISION TREE. Jurnal Manajemen Informatika AMIK BSI Jakarta. 1 (1).

Anonimous, 2007. Khasiat Buah Pare.   (online) http://www.nusaku.com/forum/showthread.php?t=5931 diakses 20 Juni 2008
Anonimous. 2007. Melawan Wabah Diabetes Dunia dengan Buah Pare. (online).http://www.nusaku.com/forum/showthread.php?f=13 diakses 20 Juni 2008
Budi C, Rosa D, Joko P. 2013. SISTEM DIAGNOSA PENYAKIT DIABETES MELLITUS MENGGUNAKAN METODE CEERTAINTY FACTOR. Jurnal Fakultas Teknologi Informasi,Universitas Kristen Duta Wacana. 1 (1).
Indra Perwira, R. 2012. SISTEM UNTUK KONSULTASI MENU DIET BAGI PENDERITA DIABETES MELLITUS BERBASIS ATURAN. Jurnal Teknologi Teknik Informatika, Fakultas Teknik Industri Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta. 5 (2) 104-113.
Indra W H, Aman B, Bambang T, Jose R.L. 2009. KOMPLIKASI JANGKA PENDEK DAN JANGKA PANJANG DIABETES MELLITUS TIPE 1. Jurnal kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 10 (6).
Maria S, Siti R, Hairani D, Arneliwati. 2011. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP PERAWAT TENTANG PERAWATAN LUKA DIABETES MENGGUNAKAN TEKNIK MOIST WOUND HEALING. Jurnal Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau. 1 (2).
Pujiyanto S, Ferniah R. 2010.  AKTIFITAS INHIBITOR ALPHA-GLUKOSIDASE BAKTERI ENDOFIT PR-3 YANG DIISOLASI DARI TANAMAN PARE (MOMORDICA CHARANTIA ). Jurnal BIOMA Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi FMIPA Undip. 12 (1) : 1-5.
Rizky D, Isnanto R, Hidayatno A. 2013. KLASIFIKASI PENYAKIT DIABETES MELITUS BERDASAR CITRA RETINA MENGGUNAKAN PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN. Jurnal TRANSIENT Jurusan Teknik Elektro. Semarang : Universitas Diponegoro Semarang.
Totok B, Febrina N. 2011. PENGARUH DURASI SENAM DIABETES MELITUS PADA PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA DM TIPE II. Jurnal Kesehatan Program Studi Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan UMS. 4 (2) : 143-153.
Utami, Prapti dan Tim Lentera, 2003. Tanaman Obat Untuk Mengatasi Diabetes Mellitus.      Jakarta : Agro Media Pustaka.
Wicaksono,. 2013. DIABETES MELITUS TIPE II PADA IBU RUMAH TANGGA DENGAN PENGETAHUAN YANG KURANG TENTANG DIABETES DAN AKTIVITAS FISIK KURANG TERATUR. Jurnnal Medula Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. 1 (1).
Witasari U, Rahmawaty S, Zulaeka S. 2009. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN, ASUPAN KARBOHIDRAT DAN SERAT DENGAN PENGENDALIAN KADAR GLUKOSA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi . Program Studi Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah. 10 (2) : 130 – 138
Yunita N, Ana Y, Gesnita N. 2012. PENGETAHUAN PASIEN TENTANG DIABETES DAN OBAT ANTIDIABETES ORAL. Jurnal Farmasi Indonesia Fakultas Farmasi Universitas Airlangga 6 (1) : 38-47. 




Komentar